Robot AMR

Panduan Teknis Integrasi AMR dengan Sistem WMS/MES

Di banyak gudang dan pabrik modern, tantangan terbesar saat mulai memakai robot AMR bukan pada robotnya, tetapi pada bagaimana menghubungkannya dengan sistem WMS atau MES yang sudah berjalan. Tanpa integrasi yang tepat, robot bisa salah arah, berhenti mendadak, atau tidak sinkron dengan alur kerja yang ada.

Artikel ini akan membantu tim engineering, IT, dan operasional memahami langkah teknis utama untuk membuat integrasi AMR–WMS/MES bekerja mulus, stabil, dan real-time.

Menetapkan Arsitektur Integrasi: API Langsung vs Middleware (Fleet Manager)

Dalam beberapa kasus, API langsung sangat ideal, misalnya jika operasional gudang Anda sederhana, jumlah robot tidak banyak, dan jalur yang dipakai tidak kompleks. API langsung memberikan latency rendah, kontrol penuh, dan memudahkan debugging.

Namun pada fasilitas yang lebih dinamis, integrasi biasanya lebih stabil jika menggunakan fleet manager sebagai middleware. Fleet manager bertugas:

  • Mengatur prioritas robot
  • Menghindari tabrakan antar-AMR
  • Mengelola queues
  • Menyederhanakan komunikasi kedua arah.

Sebagian besar sistem AMR modern juga memiliki protokol standar seperti RESTful API atau MQTT yang lebih mudah dihubungkan melalui middleware ini. Jika Anda menggunakan PLC atau Industrial PC untuk mengombinasikan data WMS, AMR, dan peralatan fisik, performanya akan jauh lebih stabil. Delta Mitra Solusindo menyediakan PLC & IPC industri Delta yang memang banyak dipakai pada integrasi robotik tingkat enterprise.

Tantangan Pemetaan Data (Data Mapping) Perintah Kerja

Salah satu tantangan paling teknis adalah “menerjemahkan bahasa” sistem WMS/MES ke dalam bahasa AMR. WMS mungkin mengirim perintah seperti:

“Ambil PO-123 dari rak B-04.”

Sementara AMR bekerja menggunakan instruksi yang lebih spesifik:

  • Pergi ke koordinat X/Y
  • Identifikasi palet
  • Angkut palet
  • Pergi ke tujuan akhir

Untuk membuat AMR memahami perintah dari WMS/MES, insinyur integrator perlu membuat semacam “kamus penerjemah” agar bahasa WMS bisa dipahami oleh robot. Ini karena WMS memberi perintah dalam bentuk data bisnis, sementara AMR hanya mengerti instruksi teknis.

Contohnya:

  • SKU → Lokasi → Misi Robot
    WMS hanya tahu bahwa SKU A123 berada di Rak B-04. AMR tidak mengenal SKU, sehingga WMS harus menerjemahkan data ini menjadi langkah teknis seperti:
    “Pergi ke titik koordinat B-04, angkat barang, lalu bawa ke tujuan.”
  • Kode PO → Alur Kerja Robot
    Ketika WMS mengirim perintah seperti PO-123 harus diambil, robot tidak langsung mengerti. Sistem harus mengubah perintah itu menjadi beberapa tugas kecil, misalnya:
    “Ambil barang terkait PO-123 → pindahkan ke conveyor → update status selesai.”

Dengan “kamus penerjemah” (data mapping) ini, WMS dan AMR bisa berbicara dalam bahasa yang sama sehingga tidak terjadi miskomunikasi saat menjalankan tugas.

Mendesain Alur Komunikasi Dua Arah (Two-Way Communication)

Integrasi yang baik tidak hanya mengandalkan AMR yang menerima perintah, tapi juga memastikan ia mengirim balik status ke WMS/MES secara real-time. Dalam banyak implementasi, informasi yang wajib dikirim AMR mencakup:

  • Job completed
  • Robot idle
  • Request battery charge
  • Obstacle detected
  • Error code (misplaced item, path blocked, dsb.)

Two-way communication menghindari bottleneck operasional. Tanpa mekanisme ini, supervisor tidak tahu apa yang terjadi, WMS tidak bisa update status stok, dan robot tidak bisa langsung menerima pekerjaan berikutnya.

Alur komunikasi robot AMR

Strategi Penanganan Pengecualian (Exception Handling) Teknis

Dalam operasional sehari-hari, selalu ada kemungkinan munculnya situasi di luar rencana. Misalnya, robot gagal mengambil barang karena posisinya kurang tepat, palet tidak berada di lokasi seharusnya, jalur tiba-tiba terhalang, atau operator melintas di area kerja robot. Kondisi seperti ini disebut exception—kejadian tak terduga yang harus ditangani dengan cepat agar alur kerja tetap berjalan lancar.

WMS perlu memiliki decision flow yang jelas:

  • Retry otomatis
    Jika item tidak terambil karena gangguan ringan, AMR bisa mencoba ulang setelah beberapa detik.
  • Cancel task
    Jika ada masalah besar seperti palet hilang, sistem harus membatalkan tugas dan mengirim alert ke operator.
  • Re-assign task
    Pada fasilitas dengan banyak AMR, tugas bisa langsung dialihkan ke robot lain.
  • Fallback manual
    Inilah alasan two-way communication tadi penting—WMS langsung tahu kapan harus memanggil operator manusia.

Teknik ‘Handshake’ Digital dengan Peralatan Lain

Integrasi AMR bukan hanya urusan software tetap juga harus berinteraksi dengan dunia fisik—seperti conveyor, pintu otomatis, pallet dispenser, hingga lift antar-lantai.

Proses ini biasa dilakukan melalui:

  • Sinyal PLC
  • Modbus, EtherCAT, atau Profinet
  • Trigger digital IO

Contohnya, sebelum AMR mengambil barang dari conveyor, sistem harus melakukan “handshake”:

  • Conveyor memberi sinyal “barang siap”.
  • AMR merespons “AMR standby mengambil barang”.
  • Conveyor berhenti → AMR mengambil → conveyor jalan lagi.

Tanpa handshake yang sinkron, bisa terjadi insiden seperti barang jatuh, robot berhenti lama, atau conveyor overload.

Memastikan Stabilitas Jaringan (WiFi) untuk Komunikasi Real-Time

Salah satu kesalahan paling sering saat mengintegrasikan AMR adalah menganggap jaringan WiFi biasa sudah cukup. Padahal AMR membutuhkan:

  • Latensi rendah,
  • Roaming cepat antar access point,
  • Cakupan yang bebas dead spot.

Jika robot kehilangan koneksi walau hanya 1–2 detik, ia bisa berhenti mendadak atau bahkan masuk ke mode safety. Dampaknya langsung terasa pada throughput operasional. Oleh karena itu, beberapa praktik terbaik yang bisa dilakukan:

  • Gunakan jaringan industri (WiFi 6/6E) yang mendukung fast roaming
  • Pastikan access point ditempatkan sesuai layout gudang
  • Tambahkan monitoring real-time untuk mendeteksi area lemah
  • Gunakan IPC industri sebagai buffer apabila koneksi drop singkat.

Validasi dan Pengujian Skenario End-to-End

Sebelum sistem di-launch ke seluruh gudang, wajib dilakukan uji end-to-end dari alur WMS → AMR → aksi fisik → update kembali ke WMS.

Testing mencakup:

  • Uji stress dengan banyak order
  • Uji error dan exception
  • Uji integrasi dengan PLC & conveyor
  • Uji WiFi roaming
  • Uji skenario shift malam vs shift siang
  • Uji charging & antrian robot.

Perusahaan yang berhasil menerapkan AMR umumnya melakukan shadow mode selama beberapa hari—AMR berjalan seperti live tapi tidak memengaruhi alur operasional utama. Setelah semuanya stabil, barulah sistem dilepas penuh.

Kesimpulan

Integrasi AMR dengan sistem WMS atau MES bukan sekadar menghubungkan dua teknologi, tetapi membangun satu ekosistem operasional yang saling memahami, responsif, dan real-time. Mulai dari menentukan arsitektur integrasi yang tepat, menerjemahkan perintah kerja menjadi misi robot, hingga memastikan komunikasi dua arah berjalan stabil—semuanya memiliki peran penting agar robot benar-benar bisa bekerja sebagai bagian dari alur gudang atau pabrik.

Keberhasilan integrasi juga sangat bergantung pada bagaimana perusahaan menangani pengecualian teknis, mengatur handshake dengan peralatan lain, serta memastikan jaringan tetap kuat tanpa dead spot. Semua proses ini harus divalidasi melalui pengujian end-to-end sebelum sistem benar-benar digunakan secara penuh.

Saatnya Menjalankan Integrasi AMR–WMS/MES Tanpa Hambatan

Ingin Integrasi AMR yang Lebih Stabil? Delta Mitra Solusindo menyediakan rangkaian lengkap PLC & Industrial PC Delta yang telah digunakan luas di sektor manufaktur, logistik, hingga otomasi tingkat lanjut. Konsultasikan kebutuhan sistem Anda mulai dari integrasi AMR, WMS, MES, hingga perangkat pendukungnya.

Alamat: Jl. Diponegoro VI No. 63, Kec. Banyumanik, Kota Semarang
Telepon: +62 24 7640 2285
WhatsApp: +62 811 320 0880
Email: [email protected]
Jam Kerja: Senin – Jumat (08.00 – 17.00 WIB)

Comments are closed.